Api
Abadi Mrapen berada di
sebuah kompleks di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa
Tengah. Api yang keluar dari perut
bumi ini merupakan fenomena geologi ditandai keluarnya gas dari dalam tanah
yang tersulut sehingga menciptakan api
yang tidak pernah padam walaupun turun hujan. Api yang dikenal dengan sebutan Api Abadi Mrapen tersebut telah digunakan sejak dahulu untuk obor
upacara Hari Raya Waisak. Saat ini pun Perwakilan Umat Buddha Indonesia
(WALUBI) masih menggunakannya untuk prosesi ritual umat Buddha pada Hari Waisak
Nasional.
Selain untuk ritual
agama, Api Abadi Mrapen juga
digunakan sebagai sumber obor pesta olahraga nasional dan internasional.
Pesta olahraga nasional yang menggunakan Api
Abadi Mrapen untuk obornya adalah pesta olahraga internasional Ganefo I
pada 1 November 1963. Api abadi dari
Mrapen juga digunakan untuk menyalakan obor Pekan Olahraga Nasional (PON)
sejak PON X tahun 1981, POR PWI tahun 1983, dan HAORNAS. Api Abadi Mrapen hingga kini diteruskan menjadi rutinitas tahunan
pesta olahraga nasional dan internasional.
Pesta olahraga
internasional yang menggunakan Api Abadi
Mrapen untuk obornya adalah SEA Games XXVI 2011 pada 11-22 November 2011 di Jakarta dan Palembang.
Selain itu juga untuk Asian Beach Games (ABG) I di Bali 2008, Asian Beach Games II di Muscat, Asian Beach Games di
Oman 2010, dan Asian Beach Games III di China. Bahkan, rencananya Islamic
Solidarity Games (pesta
olahraga multievent negara-negara Islam dunia) 2013 di Pekanbaru, Riau, juga
akan mengambil sumber api dari Api Abadi Mrapen.
Sumber Api Abadi Mrapen di Desa Manggarmas sering menjadi
tujuan wisata karena juga terdapat
juga kolam air mendidih Sendang Dudo yang dipercaya dapat mengobati
penyakit kulit dan reumatik. Air Sendang Dudo memiliki keunikan karena yang tadinya
bersih dan bening dapat berubah menjadi keruh dan selalu mendidih tetapi tidak
panas. Air ini juga bisa terlihat keruh tetapi bila dimasukkan ke dalam sebuah
gelas maka dapat berubah menjadi bening. Selain itu, ada pula keunikan lain
yang Anda sendiri dapat mencobanya yaitu dari gelembung air yang mengambang
apabila disulut dengan api maka dapat menyala di atas permukaan air. Hal itu
dimungkinkan karena air tersebut mengandung mineral dan zat kimia.
Ada pula Watu
Bobot yang letaknya
berada di sebelah Sumber Api Abadi Mrapen.
Menurut cerita barangsiapa dapat mengangkatnya maka akan tercapai keinginannya.
Sunan Kalijaga dan Sumber Api Abadi Mrapen
Cerita rakyat tentang
Sumber Api Abadi Mrapen dikaitkan
dengan masa akhir Kerajaan Majapahit yang ditaklukkan Kesultanan Demak Bintoro
pada tahun 1500-1518 Masehi. Saat itu Kesultanan Demak berada di sekitar Mrapen dan merupakan satu-satunya pusat
pemerintahan Islam di Pulau Jawa. Berikutnya kesultanan yang dipimpin
Raden Patah ini mengembangkan pola hidup yang dilandaskan ajaran Islam termasuk
membuat pusat perdagangan, pendidikan dan penyebaran agama Islam.
Dalam upaya pembenahan
wilayahnya, Kesultanan Demak Bintoro berupaya memboyong semua barang-barang
warisan dari Kerajaan Majapahit. Salah satu yang terpenting adalah memindahkan
Pendopo Kerajaan Majapahit untuk dijadikan serambi Masjid Agung Demak. Apabila Anda amati saat ini maka pada serambi tersebut terlihat
perpaduan budaya Islam dan Hindu-Buddha.
Upaya pemindahan
Pendopo Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan
masuki wilayah Kesultanan Bintoro Demak rombongan ini mengalami masalah karena
prajuritnya keletihan. Mereka kemudian mencari mata air untuk minum tetapi
tidak ada yang dapat menemukannya. Sunan Kalijaga kemudian berjalan menuju
tempat kosong dan menancapkan tongkatnya ke tanah. Lubang dari bekas tongkat
itu tak lama menyemburkan api yang saat ini dipercaya merupakan titik awal
munculnya Sumber Api Abadi Mrapen.
Berikutnya Sunan
Kalijaga juga melakukan hal yang sama dengan tongkatnya di tempat lain yang
tidak jauh tetapi yang keluar kali ini buka api melainkan semburan air yang
bersih dan bening. Air tersebut dimanfaatkan rombongan prajurit untuk minum
yang keletihan karena mengangkut pendopo Kerajaan Majapahit. Saat ini sumber
mata air itu dapat Anda lihat memiliki celah sumur berdiameter 3 meter dan
kedalaman sekitar 2 meter. Sumur itulah yang kemudian disebut masyarakat
setempat dengan nama Sendang Dudo dan memiliki keunikan serta
khasiat tertentu.
Rombongan Sunan
Kalijaga kemudian melanjutkan perjalanan tetapi Sunan Kalijaga meninggalkan
sebuah batu ompak di sekitaran lubang api
dan lubang air tersebut. Saat itu salah seorang prajuritnya yang berupaya
mengambilnya tetapi Sunan Kalijaga melarang dan berwasiat bahwa batu ompak itu
tidak perlu diambil karena pada suatu waktu akan berguna. Saat ini Anda
masih dapat melihat batu ompak itu yang dikenal dengan sebutan Watu
Bobot dan letaknya
berada di sebelah Sumber Api Abadi
Mrapen.