Rasa lelah dan capek terbayar lunas pada saat kita menjejakkan kaki di tanah tertinggi di Pulau Jawa, Puncak Mahameru di ketinggian 3.676 mdpl. Gunung Semeru mengajarkan banyak hal dalam 5 hari pendakian.
Jumat 23 September 2011 pukul 18.00 WIB di Fakultas Kehutanan UGM adalah persiapan terakhir menjelang pendakian Semeru. Perjalanan yang menurut rencana akan berlangsung 5 hari sampai tanggal 27 September ini sedikit keteteran. Jumlah peserta yang semula 10 orang berkurang hanya menjadi 5 orang saja, yaitu aku, Anjar, Woki, Fajar dan Yugo.
Pukul 19.30 WIB kita berangkat menuju Surabaya menggunakan bus Sumber Kencono, tiba di Terminal Surabaya menjelang subuh. Setelah salat subuh di masjid dekat terminal, kita melanjutkan perjalananmenggunakan bus menuju Kota Malang yang memakan waktu sekitar 2 jam, lanjut lagi menuju Pasar Tumpang menggunakan angkot. Sesampainya di Pasar Tumpang, kita bertemu pendaki lain dari Bogor yang sudah memesan jeep untuk menuju Ranu Pane. Maka jadilah kita berdelapan orang melaju menggunakan jeep hijau menuju Ranu Pane.
Ranu Pane, desa terakhir sebelum menjajal ganasnya track Semeru berada di ketinggian 1.800 mdpl. Desa ini cukup kecil dan dingin, di sini juga terdapat danau yang besarnya sekitar 1 ha yang sering disebut Ranu Pane. Mengisi daftar pendakian dan mengisi perut dengan 2 mangkuk bakso malang, itulah yang kita lakukan setelah sampai di pos pemberangkatan. Setelah itu packing, dan tepat pukul 11.30 WIB kita mulai berjalan menyusuri jalan setapak.
Aklimatisasi medan, inilah yang harus kita lakukan setiap pendakian. Udara yang dingin, jalan menanjak dan beban yang berat membuat pernafasan sulit diatur dan terengah-engah. Sekitar 1,5 jam perjalanan kita lalui dengan banyak beristirahat. Sebelum pada akhirnya sampai di pos 1, lanjut pos 2 dan pos 3 dengan track yang naik turun melewati perbukitan. Pukul 16.30 WIB kita sampai pada pos 4 yaitu Ranu Kumbolo. di sini sudah terdapat belasan tenda dome para pendaki lain.
Ranu Kumbolo (2.400 mdpl) adalah tempat peristirahatan kita di hari pertama. Kondisi di sini cukup luas dengan pemandangan danau yang jernih, dengan ikan-ikan dan mata yang dimanjakan oleh padang edelweis yang sangat indah. Pada awalnya kita memutuskan akan melaju terus sampai Kalimati pada hari pertama, namun melihat kondisi rekan-rekan yang cukup lelah dan tidak memungkinkan, akhirnya kita memutuskan untuk bermalam di sini. Mendirikan 2 buah tenda dan masak untuk makan malam.
Sekitar pukul 19.00 kondisi mendadak menjadi sangat dingin. Ini dikarenakan lokasi perkemahan berada di pinggir danau yang uap airnya banyak, dan hembusan angin cukup membuat hawa dingin menusuk hingga ke tulang. Tidak ada kerjaan lain selain istirahat tidur mempersiapkan fisik untuk perjalanan besok pagi. Pagi hari, mentari tak pernah bosannya menyinari Bumi dan memberikan kehangatan setelah semalam berselimutkan hawa dingin. Makan, packing dan siap-siap melanjutkan perjalanan ke Kalimati.
Dalam perjalanan menuju Kalimati kita melewati tanjakan yang sering disebut Tanjakan Cinta. Dimana bila kita melewati tanjakan tersebut tanpa istirahat dan tanpa menoleh kebelakang, sambil memikirkan seseorang yang kita cintai, konon katanya orang tersebut akan menjadi kekasih kita. Setelah melewati tanjakan cinta, sampailah kita di Oro-Oro Ombo.
Padang savana yang sangat luas dan ditumbuhi bunga-bunga edelweiss, namun sayangnya pada musim kemarau ini bunga-bunga edelweiss tidak banyak yang mekar. Setelah itu kita melewati hutan pinus dan sampailah di padang rumput Jambangan. Di lokasi ini Puncak Mahameru terlihat begitu jelas dengan kepulan asapnya yang menjulang tinggi.
Tepat pukul 11.30 WIB, sampailah kita di Kalimati (2.700 mdpl). Kondisi di Kalimati berupa hamparan padang rumput dengan tumbuhan semak dan hamparan edelweiss seluas sekitar 20 ha. Lokasi ini merupakan pemberhentian terakhir sebelum melakukan pendakian menuju Puncak Mahameru. Di sini kita bertemu rekan-rekan pendaki dari Palembang, Makassar, dan Malang. Mereka juga akan melakukan pendakian mulai pukul 23.00 WIB malam nanti.
Karena memang diperkirakan, dari Kalimati menuju Puncak Mahameru memerlukan waktu sekitar 6-7 jam perjalanan. Siang hingga sore kita habiskan dengan bercanda dan ngobrol tentang Semeru dan saling bertukar pengalaman. Dan pada pukul 22.00 WIB waktunya kita masak dan makan untuk persiapan ujian pendakian Semeru yang sebenarnya.
Tepat pukul 23.00 WIB perjalanan kita mulai dengan 15 personel, kita melangkah pasti menuju puncak abadi para dewa. Track yang dilalui hanya ada tanjakan yang berdebu dengan kemiringan sekitar 45-55 derajat dengan suhu di bawah 20 derajat celcius. Dalam 1,5 jam perjalanan sampailah kita di Arcapada, di ketinggian sekitar 2.900 mdpl. Di sinilah batas terakhir vegetasi, dan setelah itu kita disajikan hamparan pasir dan debu dengan kemiringan 60-80 derajat menuju puncak.
Dari batas terakhir vegetasi hingga puncak, kita membutuhkan waktu sekitar 4 jam merayap di pinggir jurang yang sangat curam. Tidak ada pikiran lain selain kita harus memikirkan puncak, inilah ujian sesungguhnya dari Semeru. Soal kegigihan, kesabaran, semangat dan keyakinan pada diri sendiri harus tetap menjadi pedoman dalam mendaki puncak ini. Tidak lain tidak bukan, karena medannya yang curam dan berpasir membuat kita melangkah 5 langkah, dan akan merosot 3 langkah. Hal itu dilakukan selama kurang lebih 4 jam.
Namun, rasa lelah dan rasa capek terbayar lunas pada saat kita menjejakkan kaki di tanah tertinggi di Pulau Jawa, Mahameru (3.676 mdpl). Pemandangan yang sangat menakjubkan dengan beberapa kali semburan asap beracun dari Kawah Jonggring Seloka yang dilontarkan setiap 15-30 menit sekali itu membuat Puncak Mahameru merupakan puncak yang mempunyai keunikan dan tantangan tersendiri. Dan di sinilah terdapat in memoriam Soe Hok Gie dan Idham Lubis yang merupakan korban di Gunung Semeru pada tanggal 16 desember 1969.
Sudah 3 jam kita berada di tanah tertinggi di Pulau Jawa, sebelum akhirnya pada pukul 08.00 WIB kita menuruni puncak. Di puncak kita hanya diperbolehkan hingga pukul 10.00 WIB pagi, karena setelah itu arah angin akan berubah dan dapat membawa asap beracun tersebut ke arah kita. Menuruni Puncak Mahameru kita hanya memerlukan waktu 30 menit saja dengan seperti berselancar di pasir. Bayangkan saja, mendaki memerlukan waktu 4-5 jam, namun saat turun kita hanya membutuhkan waktu 30 menit? Sangar.
Sesampainya di Kalimati kita bergegas masak dan makan, kemudian packing dan bersiap ke Ranu Kumbolo untuk pulang. Sesampainya di Ranu Kumbolo kita disajikan fenomena alam, yaitu kebakaran hutan yang cukup besar. Di musim-musim kemarau seperti ini, di Semeru memang sering terjadi kebakaran hutan. Namun kebakaran tersebut tidak menutup jalur untuk pulang.
Pukul 21.30 WIB kita sampai kembali di Ranu Pane dengan keadaan sehat namun sangat letih dan kecapekan. Di sana kita sudah ditunggu jeep yang akan mengantarkan kita ke Terminal Arjosari, Malang. Setelah beristirahat sebentar lalu kita packing untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Yogyakarta.
Benar-benar 5 hari yang cukup mengesankan. Saya berhasil menaklukkan diri sendiri untuk mendaki puncak abadi para dewa, Mahameru, dan bisa melihat sisi lain keadaan manusia yang berada di sana. Bangsa yang besar tidak akan kehilangan seorang pemimpin jika pemuda-pemudanya sering bertualang ke hutan, gunung dan lautan. Pepatah itu cukup menggetarkan hati saya bahwa masih banyak hari-hari esok untuk melakukan petualangan yang hebat dan dapat mengasah diri pribadi menjadi jiwa yang tangguh dan tahan banting. Bersama alam jiwa ini aku pertaruhkan, dan bersama rakyat-rakyat pedesaan hati ini aku satukan.